Thursday, December 1, 2011

Public Transportations

Okay, this will officially be my 2nd post.. :)

Langsung aja ya. Sesuai dengan judulnya, 'Public Transportations', yang hingga detik saya menulis ini masih punya arti Transportasi Publik atw Transportasi yang diperuntukkan bagi khalayak umum, merupakan suatu sarana yang sangat vital dan memegang peranan penting dimanapun kita berada. Mau di pedesaan sekalipun, atw ditengah2 hutan rimba, selama masih ada manusia yang tinggal pasti akan membutuhkan hal yang satu ini.

Untuk kali ini, gw hanya akan menyinggung transportasi publik yg ada di Jakarta. Kenapa? Selain karena merupakan kota tempat gw tinggal untuk sekarang, ya semua aktivitas gw sehari-hari ya berada di kota yang satu ini. Plus, Jakarta adalah kota metropolitan dan juga ibukota negara Indonesia tercinta ini. So, it's a perfect example to look at don't you think?

Sebenernya ini lebih ke uneg-unegnya aja sih + beberapa ide liar gw untuk kebaikan kota ini sendiri. Gw yakin banyak dari kalian warga Jakarta, ataupun yang hanya berkunjung sekilas pernah mengalami hal serupa. Apalagi kalo bukan tentang macet. Macet sepertinya sudah jadi hal yang lazim terjadi di kota-kota besar. Kota seperti New York pun bahkan tidak luput dari hal yang satu ini. Namun bukan berarti macet dapat ditoleransi begitu saja. Pastinya ada solusi cerdas yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat kemacetan di suatu kota.

Lalu, hubungannya apa ya si macet ini dengan si judul artikel?

Cause and Effect
 
Nah, semua kemacetan itu penyebabnya pasti kan: kendaraan bermotor. Mau mobil pribadi, motor pribadi, kendaraan umum, semuanya itu turut andil dalam membuat kemacetan. So, solusinya apa sih biar ga macet lagi atau setidaknya agar mengurangi kemacetan? Salah satunya yaitu Public Transportations alias Transportasi Umum. Loh, kan udh ada di Jakarta? Ada memang, tapi cukup nggak? Udah memadai belom jumlahnya? Nyaman ga untuk digunakan?

Kita memang sudah punya bis umum, dari Kopaja hingga Mayasari Bhakti.  Lalu ada KRL dan juga TransJakarta. Nah ngomongin TransJakarta, moda transportasi yang satu ini sebenernya cukup nyaman untuk digunakan.... di jam-jam tertentu tapinya. Kenapa? Karena di saat rush hour, di pagi hari atw di sore hari, kendaraan ini ibarat presto aja akibat penuh sesak dengan para penggunanya. Apa yang salah disini? Bukan penumpangnya tentunya, tapi jumlah armadanya kalo menurut gw. Sebagai contoh, kalo kita mau nunggu satu armada TransJakarta koridor 'Ragunan-Dukuh Atas 2' dari halte Republika di pagi hari pada hari kerja bisa memakan waktu setengah jam. Belum lagi kalo armadanya penuh sesak, mau ga mau kita harus naik agar tidak terlambat ke tempat tujuan. Nah, darisini jelas kan masalahnya dimana? Kalo jumlah armadanya memadai, ga perlu nunggu sampai 30 menit kan untuk satu armada TransJakarta? Let's say, kalau waiting-time untuk satu armada dipersingkat menjadi 2 menit, atau maksimal 5 menit, pasti semua orang akan tertarik kan untuk menggunakannya? Waktu tunggu menjadi lebih singkat, pastinya tiba di tempat tujuan juga lebih cepat. Dijamin deeh, kalo menunggunya sebentar orang bakalan banyak yang tertarik. Saat ini yang membuat orang ragu untuk menggunakan TransJakarta adalah waktu tunggunya yang lama dan waktu tempuhnya yang juga lama karena jalurnya sering diserobot kendaraan lain. Menurut gw, lajur busway harus benar-benar disterilkan dengan tegas! Jangan kalo lagi hot-hotnya aja di tegakkan peraturannya, tapi harus setiap hari termasuk di hari sabtu, minggu, dan hari libur lainnya. Kalo perlu dibuat pagar otomatis yang muncul dari bawah sehingga pengendara lain tak akan bisa masuk jalur busway.

Lalu buatlah satu sistem transportasi yang terintegrasi dengan baik agar Jakarta tidak selalu dilanda kemacetan di jam-jam sibuknya. Jangan hanya menambah jembatan layang dan underpass aja, karena itu menurut gw bukan solusi yang tepat! Kenapa, karena pertumbuhan jalan berbanding lurus dengan pertumbuhan kendaraan. Jadi kalo ditambah jalur baru, yang ada malah kendaraan juga semakin bertambah. Gw pernah liat tayangan di National Geographic tentang sebuah solusi kemacetan yang sangat radikal di Korea. Alkisah, disebuah kota di Korea Selatan (gw lupa nama kotanya apa), ada seorang walikota yang punya solusi gila dalam memecahkan problem kemacetan di kota tersebut. Kota itu sebelumnya penuh dengan jalan layang karena walikota sebelumnya berasumsi jika jalan layang diperbanyak akan dapat mengurangi kemacetan. Akibatnya bukan berkurang malah makin macet karena banyak orang yang membeli kendaraan baru. Nah si walikota yang menggantikannya punya ide yang bisa dibilang cerdas namun psycho! Dia memerintahkan agar jembatan-jembatan layang itu dirubuhkan. Laah??!! Meski sempat ditentang awalnya namun si walikota ini tidak gentar. Ia tetap menjalankan idenya tersebut sekaligus memberi solusi lain: menyediakan transportasi publik yang layak dan memadai. Sarana transportasi umum pun langsung dibuat sesuai perintah walikota. Hasilnya, kota tadi ternyata dapat mengurangi kemacetan secara drastis dan sang walikota mendapat pujian dan penghargaan atas ide beraninya itu.

Situasi di MRT Station pada jam sibuk.
Nah, seharusnya Gubernur DKI Fauzi Bowo sebagai pemimpin kota ini bisa membuat ide-ide brilian demi memecahkan kemacetan di Jakarta. Kalo dirasa bingung dan ga tau harus bagaimana, contoh aja deh negara tetangga kita yang paling terdekat. Contoh dan contek aja plek-plekan, mulai dari sarana & prasarananya, hingga ke rules & regulationnya. Kalo memang mau mencontoh, ya kita ambil dari yang terbaik sekalian jangan setengah-setengah. Singapore bisa menjadi contoh yang baik untuk masalah transportasi publik. Kenapa harus Singapore sih contohnya? Meski secara keseluruhan Jakarta memiliki wilayah yang lebih luas tapi setidaknya di Singapore terdapat contoh sistem transportasi yang baik dan layak untuk ditiru. Selain itu sistem transportasi di negara ini sudah terintegrasi dengan sangat baik dan telah teruji sejak tahun 1987 sehingga bisa menjadi contoh yang baik pula untuk Jakarta. Jaraknya yang dekat dengan Indonesia juga dapat jadi pertimbangan jika ingin membandingkannya dengan sistem transportasi di Jakarta. Di Singapore segala fasilitas telah disediakan oleh pemerintahnya. Pajak disana sangat terasa hasilnya bagi masyarakat karena pada akhirnya apa yang sudah kita bayarkan dapat kita nikmati dengan berupa sarana & kenyamanan bertransportasinya.

Apa yang bisa dicontoh dari negara kecil ini? MRT atau Mass Rapid Transit. MRT di Singapore sangatlah nyaman dan terkoneksi dengan sangat baik. Kita hanya tinggal modal minimal 12 SGD (setara Rp 84000) untuk membeli kartu Ezlink dan dapat digunakan untuk 5 tahun. Kartu ini dapat digunakan tak hanya untuk kereta saja tapi bisa untuk bus umum, taxi, bahkan untuk belanja di 711. Kartu ini dapat di topup layaknya kartu prabayar di tiap-tiap stasiun MRT dan juga di 711. Tingkat kriminalitas disana juga rendah karena di hampir tiap sisi Singapore terdapat CCTV yang siap memantau tingkah laku kita. Bahkan sekedar iseng ngemil snack di dalam gerbong MRT (which is forbidden) langsung dapat teguran di tempat. Ditambah dengan rules yang diterapkan dengan sangat tegas + denda yang sangat menguras kantong membuat para citizen di Singapore dan juga turisnya manut dengan aturan yang diterapkan.

Suasana di dalam salah satu gerbong MRT di Singapura.
Kenapa rakyat di Singapore lebih memilih menggunakan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi? Karena kenyamanannya dan juga ketepatannya terhadap waktu tempuh. Setiap kereta yang kita naiki sangat bersih dan sejuk, sangat jauh jika dibandingkan dengan KRL yang ada di Jakarta. Bahkan armada busnya juga bersih dan nyaman untuk dinaiki. Untuk pergi kemana-mana kita tidak perlu takut nyasar karena telah disediakan Peta MRT secara gratis di tiap-tiap station. Jalur MRT dan LRT-nya pun menjangkau hampir seluruh wilayah di Singapore. Selain itu biaya parkir yang sangat mahal disana membuat orang berpikir dua kali untuk membawa kendaraan pribadi ke pusat-pusat bisnis ataupun mall. Cukup mahal bahkan untuk ukuran warga Singapore sendiri. Bayangkan kalo sistem parkir model begini diterapkan di Jakarta, pasti banyak yang ogah kan untuk bawa kendaraan sendiri? Disana juga diterapkan ERP (Electronic Road Pricing) untuk membatasi kendaraan yang akan meng-akses ke pusat distrik bisnis/kota. Sistem ERP ini dibenamkan di setiap kendaraan yang terdaftar di Singapura, sehingga bagi mereka yang melintasi wilayah yang menerapkan ERP akan dikenakan cas sesuai dengan jam yang berlaku. Jika sedang berada di peak hours maka tarif yang dikenakan akan besar pula. Dengan begitu, hanya mereka yang punya uang lebih saja atau yang benar-benar punya kepentingan yang akan mengakses ke wilayah-wilayah yang dikenakan ERP tersebut. Berbeda dengan Jakarta yang masih terus mengandalkan 3-in-1 untuk mencegah kemacetan. Padahal sistem ini banyak celahnya dan bisa diakali dengan menyewa joki 3-in-1 yang banyak bertebaran di Jakarta. Kalo udh gini, ya apa lagi gunanya 3-in-1? Tetep macet-macet juga kan kota ini?

Jakarta seharusnya bisa menerapkan sistem transportasi dan lalu lintas seperti di Singapore  mengingat makin banyaknya penduduk yang menghuni kota ini. Jika diterapkan secara baik dan benar, seharusnya Jakarta dapat mengurangi tingkat kemacetannya hingga 50%. Siapa sih yang ga mau Jakarta yang lancar dan punya angkutan umum yang layak dan juga nyaman? Kita semua pasti mau kan Jakarta menjadi lebih baik dan menjadi contoh bagi kota-kota lainnya di Indonesia. Coba deh liat contohnya di sana, field study kesana kalo perlu. Ga perlu malu dibilang nyontek, toh hasilnya itu nanti bakalan dinikmatin bagi masyarakat luas. Hasilnya ga hanya generasi kita aja kok yang akan nikmatin, tapi bakalan sampe anak cucu kita bakal bisa merasakannya. Ga perlu malu selama niat kita itu baik. Kita contek yang baik-baiknya lalu kita kembangkan sendiri based on that! Lalu bikin juga peraturan yang tegas kaya di Singapura sana. Jangan ragu lagi dalam menjalankan aturan. Kita bikin Jakarta yang lebih baik bagi anak dan cucu kita nanti. Terapin aja kaya disana: merokok denda 1000 SGD (atau 7 juta rupiah), meludah, buang sampah sembarangan, coret-coret tembok, semuanya yang kaya gitu kenain denda. Tapi syaratnya satu: harus dilaksanakan dengan tegas dan ga pandang bulu. Siapa pun yang melanggar harus ditindak, ga peduli mau pejabat sekalipun. Dengan begini gw yakin 100% tiap orang lama kelamaan bakalan ogah untuk melanggar aturan lagi.

Gw bukannya mau ngebangga-banggain Singapura. Biar bagaimanapun gw tetap warga Indonesia yang sangat ingin melihat bangsanya sendiri maju. Singapura hanya sebagai contoh saja agar kita dapat memetik segala yang positif darinya. Gw hanya amazed dengan negara kecil ini karena, jujur aja, Singapore is much better than Jakarta in many ways. Dari transportasi umumnya, kebersihannya, pelayanan publiknya, hingga ke ketepatannya mereka dengan waktu. So, kenapa kita nggak bisa kaya gini di Indonesia? Kalo mungkin scopenya terlalu luas kenapa ga diterapin aja di Jakarta kaya gitu? Kita pasti bisa kok kalo mau positif dalam berpikir. Jangan mau kalah lah dengan negara lain, apalagi negara tetangga. Emang ga malu dengan negara-negara lain ibukotanya masih semrawut begini? This is Jakarta, the capital city of Indonesia. Ayo dong Foke, bikin Jakarta ke arah yang lebih baik dan bisa dibanggakan oleh tiap warganya.

So here's what I think about Jakarta, the way it should be:
  • Kita harus punya MRT yang interconnected. Maksudnya, si MRT ini bisa menghubungkan kita ke hampir setiap wilayah di Jakarta. Bikin line/jalur yang banyak sehingga dapat mencakup seluruh Jakarta.
  • MRT dan TransJakarta harus berjalan dengan baik. Jadi kalo ada MRT Station, disitu juga ada halte TransJakarta. Contohlah MRT Station di Singapore yang selalu terhubung dengan halte busnya.
  • Bikin armada yang banyak, memadai, dan nyaman tentunya agar semua warga mau untuk menggunakan fasilitas yang telah disediakan. Dengan begini kemacetan di Jakarta pasti akan berkurang dengan sendirinya.
  • Buatlah peraturan yang jelas dan terapkan dengan tegas dan tanpa pandang bulu. Semua aturan ini untuk kebaikan kita juga kok sebagai warga negara.
  • Jakarta, menurut gw, harus punya pemimpin yang gila. Gila bukan dalam artian penyakitan, tapi gila dalam arti berani melawan arus dan menentang semua bentuk kedzaliman dan berani mendedikasikan masa baktinya untuk rakyat 100%! Dan pastinya, berani untuk berkata tidak kepada pihak-pihak yang ingin memanfaatkan celah demi kepentingan tertentu. Selama pemimpin kita masih mencla-mencle ide seperti diatas tadi hanya akan menguap begitu saja dan sekedar angan-angan belaka.

Salah satu sudut MRT Station di Chinatown.
Pastinya semua ide tadi memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit, itu pasti! Lalu darimana Jakarta bisa mendapatkan dana untuk membenahi transportasi publiknya? Seharusnya sih dari Pajak yang telah kita bayarkan itu. Lalu bisa juga ditambah dengan dana dari investor-investor swasta. Adakan tender/pitching secara bersih dan aman dari kepentingan-kepentingan pihak tidak bertanggung jawab. Lalu setiap dana yang diperoleh harus diaudit secara seksama agar penggunaan dana dapat dipantau oleh masyarakat luas. Hal ini penting agar pembangunan sarana transportasi ala MRT ini dapat berjalan sesuai rencana dan tidak melenceng dari tujuan awalnya. Jangan ada lagi istilah markup dana demi kepuasan pribadi. Ingat, ini menyangkut nyawa jutaan pengguna moda transportasi di Jakarta. Kalau rencana ini berhasil dilaksanakan, tak hanya rakyat kecil saja yang dapat menikmatinya tapi seluruh pejabat negara, pebisnis, kaum manula dapat merasakan nikmatnya berkendara di ibukota. Jakarta bisa dipastikan bebas dari kemacetan (atau setidaknya berkurang drastis) dan tentunya bebas dari polusi kendaraan bermotor.

Semoga saja suatu hari nanti kita dapat melihat Jakarta menjadi kota yang nyaman, teratur, dan bebas dari kemacetan. Gw sendiri termasuk orang yang Optimis kalau Jakarta suatu hari nanti akan menjadi kota idaman para penduduknya dan menjadi contoh baik bagi seluruh kota di Indonesia.

Amin...